Kasus pembunuhan yang melibatkan seorang anggota TNI Angkatan Darat (AD) berinisial Pratu TS terhadap kekasihnya, seorang wanita berinisial N, di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan, telah menarik perhatian publik dan media. Kejadian tragis ini terjadi pada akhir Januari 2025 dan mengungkapkan berbagai aspek yang perlu dicermati terkait dengan tindakan kekerasan dalam hubungan asmara.

Latar Belakang Kasus

Pratu TS, yang merupakan anggota dari Yonif 318 Kostrad, dilaporkan tidak hadir dalam dinas tanpa izin (desersi) sejak 19 Januari 2025. Ketidakhadirannya ini memicu pencarian oleh pihak kesatuan. Pada 31 Januari 2025, Pratu TS ditangkap di Desa Medang, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, setelah pihak TNI melakukan penyelidikan terkait keberadaannya.

Penemuan Mayat

Setelah ditangkap, Pratu TS mengaku telah melakukan penganiayaan terhadap kekasihnya, N, yang berujung pada kematian. Korban ditemukan di rumah kontrakannya di kawasan Pondok Karya, Pondok Aren. Penemuan mayat N terjadi setelah pihak TNI berkoordinasi dengan Detasemen Polisi Militer (Denpom) 1/Tangerang untuk memeriksa tempat kejadian perkara (TKP).

Proses Penanganan Kasus

Kapendam Jaya, Kolonel Infanteri Deki Rayusyah Putra, menjelaskan bahwa Pratu TS mengaku melakukan tindakan kekerasan terhadap pacarnya. “Yang bersangkutan mengaku melakukan tindakan terhadap pacarnya. Makanya satuan ke tempat kejadian perkara (TKP),” ungkap Deki. Setelah penemuan jasad N, pihak TNI segera melakukan evakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangerang untuk dilakukan otopsi.

Tindakan Hukum

Saat ini, Pratu TS telah ditahan di Denpom Jaya 1/Tangerang untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Pihak TNI AD berkomitmen untuk memproses anggotanya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Deki menegaskan bahwa pimpinan TNI AD akan menindak tegas anggota yang terlibat dalam tindakan melanggar hukum.

Motif dan Reaksi Publik

Motif di balik tindakan Pratu TS masih dalam penyelidikan. Namun, kasus ini menyoroti pentingnya kesadaran akan kekerasan dalam hubungan asmara dan perlunya dukungan bagi korban kekerasan. Reaksi publik terhadap kasus ini beragam, dengan banyak yang mengecam tindakan kekerasan dan menyerukan perlunya penanganan yang lebih serius terhadap isu kekerasan dalam rumah tangga dan hubungan asmara.

Kasus pembunuhan yang melibatkan anggota TNI AD ini menjadi pengingat akan pentingnya penanganan isu kekerasan dalam hubungan. Dengan penegakan hukum yang tegas dan dukungan bagi korban, diharapkan kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Proses hukum terhadap Pratu TS akan menjadi perhatian publik, dan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban serta mencegah tindakan serupa di kalangan anggota TNI dan masyarakat umum.